18
07/2023
|
2
04/2022
|
Kategori : Education / Trigger Komentar : 0 komentar Author : admin@hmgi.co.id |
Airborne gravity survey merupakan survei akuisisi data gayaberat yang dilakukan di udara menggunakan wahana pesawat udara yang telah dilengkapi gravimeter, alat pengukur kecepatan, receiver GNSS (Global Navigation Satellite System), IMU (Inertial Measurement Unit) dan sensor pendukung lainnya.
Banyak manfaat yang didapatkan dari metode airborne gravity yaitu:
• Membantu memahami proyeksi bumi 3 dimensi dengan lebih baik beserta struktur dan komposisinya
• Mampu mengidentifikasi sebaran air tanah, energi, dan mineral
• Meningkatkan akurasi survei pemetaan
• Mengidentifikasi daerah rawan bencana
Distribusi data gravitasi bumi di Greenland pada tahun 1992, mencerminkan lebih dari 30 tahun upaya survei tanah. Interval kontur yang ditampilkan adalah 10 mGal. Kontur tertutup jika tidak ada titik data dalam jarak 40 km. (Gambar milik J. Brozena, Laboratorium Riset Angkatan Laut).
Distribusi data gravitasi udara dari Greenland Aerogeophysics Project. Sekitar 200.000 jalur-km jalur diterbangkan selama 4 bulan, meliputi seluruh anak benua Greenland. GPS mode interferometrik menyediakan penentuan posisi pesawat, dan magnet dan topografi permukaan dipetakan secara bersamaan dengan gravitasi. Interval kontur adalah 10 mGal. Data udara digabungkan dengan data terestrial dan kapal, kecuali lintasan di dekat 77°LU, yang terbukti salah lebih dari 30 mGal di atas lapisan es. (Gambar milik J. Brozena, Laboratorium Riset Angkatan Laut).
Kelebihan metode airborne gravity yaitu relatif lebih menghemat waktu dan efisien dibandingkan survey gayaberat konvensional jika dilakukan di daerah yang sulit dijangkau melalui darat seperti hutan dan pegunungan.
Masalah utama dalam survei airborne gravity adalah terjadinya perubahan yang besar pada g_{obs}\ yang disebabkan oleh perubahan ketinggian pesawat, percepatan linier, roll dan heading. Pengukuran gravitasi menggunakan kendaraan yang bergerak menyebabkan adanya kontaminasi akselerasi inersia karena kerangka koordinat yang berputar..
Mengingat pentingnya ketersediaan sistem referensi geospasial vertikal yang akurat secara cepat untuk memenuhi berbagai kebutuhan strategis nasional, maka perlu dilakukan percepatan penyelenggaran geoid Indonesia. Metode yang paling tepat dan efisien dalam mendukung percepatan penyelenggaraan geoid Indonesia adalah dengan metode survei gayaberat airborne.
Pada dasarnya, pengukuran gayaberat secara airborne merupakan pengukuran gayaberat secara relatif. Artinya, yang diukur adalah perbedaan antara nilai gayaberat di satu tempat tertentu dengan nilai gayaberat di satu titik yang telah diketahui nilai gayaberatnya.
Dalam pelaksanaan survey gayaberat airborne dibutuhkan alat gravimeter khusus untuk survey airborne. Hingga tahun 2019, PJKGG telah melakukan survey gayaberat airborne menggunakan gravimeter La Coste & Romberg Air-Sea Gravity S-99 milik DTU Denmark, La Coste & Romberg Air-Sea Gravity S-130 milik Taiwan, dan La Coste & Romberg Air-Sea Gravity GT-2A yang dimiliki oleh PJKGG BIG.
Gravimeter tersebut terinstal di pesawat Cessna Grand Caravan tipe C208B yang digunakan oleh BIG untuk melakukan survey gayaberat airborne. Pesawat ini menggunakan sistem autopilot dan system navigasi yang dilengkapi dengan layar display kecil di bagian kemudi pilot untuk memonitor jalur terbang sehingga meminimalisir kemungkinan pesawat terbang melewati jalur yang tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan. Selain alat gravimeter airborne, di dalam pesawat juga telah diinstal GPS yang digunakan sebagai rover selama pesawat melakukan survei. Sementara itu untuk base GPS sendiri dipasang di atas pilar GBU yang pada umumnya tersebar di milik Stasiun Meteorologi BMKG di setiap bandara besar di Indonesia
Badan Informasi Geospasial telah melaksanakan survei gayaberat airborne di seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Pada tahun 2008 survei dilaksanakan di Pulau Sulawesi, 2009 di Pulau Kalimantan bagian tengah dan timur. Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan bagian Barat dan Provinsi Papua Barat, sementara pada 2011 kegiatan ini dilaksanakan di Provinsi Papua. Kegiatan survei airborne yang berjalan sejak tahun 2009 – 2011 merupakan kegiatan kerjasama dengan Technical University of Denmark (DTU). Sempat vakum selama beberapa tahun, Badan Informasi Geospasial menginisiasi untuk kembali melaksanakan kegiatan ini pada tahun 2018 dengan area survei Pulau Sumatera dan pada tahun 2019 di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku.
Referensi :
Gravity: More than meets the eye, Geoscience Australia, Australian Government. Diakses pada 21 September 2021. Tersedia di: https://www.ga.gov.au/news-events/features/gravity-more-than-meets-the-eye
Meyer U. (2011) Gravity Method, Airborne. In: Gupta H.K. (eds) Encyclopedia of Solid Earth Geophysics. Encyclopedia of Earth Sciences Series. Springer, Dordrecht.
National Research Council. 1995. Airborne Geophysics and Precise Positioning: Scientific Issues and Future Directions. Washington, DC: The National Academies Press
Badan Informasi Geospasial. 2019. Survei Gaya Berat Indonesia. Konsorsium Gayaberat Indonesia. Diakses pada 21 September 2021. Tersedia di : https://kgi.big.go.id/aktivitas/surveys
Syafnur, A & Sunantyo, T, Aris. 2019. POTENSI AIRBORNE GRAVITY UNTUK STUDI SESAR, PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOTIK 2019. ISSN: 2580-8796
18
07/2023
|
18
07/2023
|
18
07/2023
|
18
07/2023
|
18
07/2023
|
18
07/2023
|