3
04/2022
|
Indonesia terletak di pertemuan lempeng-lempeng bumi yang bergerak saling bertumbukkan satu sama lain. Lempeng-lempeng tersebut diantaranya lempeng Eurasian, Australia, Pasifik dan lempeng laut Philippina. Pergerekan lempeng-lempeng tersebut memicu adanya aktivitas kegempaan yang kerap kali terjadi di Indonesia.
(Sumber: http://www.drs.dpri.kyoto.u.ac.jp/eqtap/report/indonesia)
Beberapa bukti gempa besar yang pernah terjadi di Indonesia yang diakibatkan oleh adanya aktivitas lempeng tektonik diantaranya Gempabumi Sumatera-Andaman tanggal 26 Desember 2004, dengan magnitude Mw 9,0 termasuk tiga gempabumi terbesar yang terekam dalam sejarah, gempa yang mengakibatkan tsunami ini menelan korban lebih dari 200 ribu jiwa. Gempabumi NiasSimeulue, 28 maret 2005 dengan magnitude Mw 8,7 merupakan gempabumi terbesar kedua yang terjadi pada dekade ini yang juga menimbulkan tsunami. Gempabumi Yogyakarta, 27 Mei 2006, dengan episenter 8.26°LS, 110.31°BT, magnitude 5.9 merupakan aktivitas sesar Opak. Gempabumi Pangandaran 17 Juli 2006, episenter 9.46°LS, 107.19°BT, magnitude 6.8 yang mengakibatkan tsunami. Gempabumi Papua 4 Januari 2009, 02:43 WIB, Mw 7,2 dan gempa pukul 05:33 WIB, Mw 7,6 adalah akibat subduksi muda lempeng Pasifik yang terjadi di zona subduksi megathrust dimana merupakan wilayah yang menimbulkan gempa-gempa besar di dunia. Gempabumi Palu-Donggala 28 September 2018, 17.02 WIB, Mw 7,4 M. Dan baru-baru ini gempabumi Majene-Mamuju 15 Januari 2021, Mw 6,2 juga merupakan gempabumi yang terjadi akibat dampak dari aktivitas sesar aktif yang merupakan struktur geologi yang terbentuk akibat aktivitas lempeng tektonik utama penyusun kerak bumi.
Untuk memahami proses yang mengontrol gempa besar memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik seismotektonik dan variasi spasialnya. Pada umumnya digunakan istilah nilai-b dan nilai-a. Dimana nilai-b merupakan parameter tektonik biasanya mendekati 1 dan menunjukkan jumlah relatif dari getaran yang kecil dan yang besar. Sedangkan nilai-a merupakan parameter seismik yang besarnya bergantung banyaknya gempa dan untuk wilayah tertentu bergantung pada penentuan volume dan time window. Secara regional, perubahan nilai-b dipercaya berbanding terbalik dengan perubahan tingkat stress (Bufe, 1970; Gibowicz, 1973). Sehingga didapat hipotesa bahwa nilai-b yang rendah menggambarkan adanya stress tinggi di wilayah tersebut.
Untuk mendapatkan distribusi seismotektonik berupa variasi nilai-b, salah satunya adalah dengan menggunakan Frequency-Magnitude Distribution (FMD) yaitu salah satu cara untuk mengetahui aktivitas kegempaan di suatu wilayah. FMD ini pertama kali dikenalkan oleh Ishimoto dan Iida (1939) dan Gutenber- Ricther (1964), dimana merupakan hubungan pangkat (power law). Secara global nilai-b mendekati 1, yang berarti 10 kali penurunan aktivitas terkait dengan kenaikan dalam tiap unit magnitude.
Relasi Getenberg-Richter
Metode untuk mengetahui parameter seismik dan tektonik suatu wilayah adalah dengan hubungan Gutenberg-Richter yang dituliskan sebagai:
dimana n(M) adalah jumlah gempabumi dengan magnitude M.
Nilai-b dihitung dengan metode maksimum likelihood, menggunakan persamaan yang diberikan Utsu (1965) yaitu:
dimana M adalah magnitude rata-rata dan Mmin adalah magnitude minimum atau magnitude completeness. Perhitungan Standar deviasi menggunakan formula dari Shi dan Bolt (1982) sebagai berikut:
dimana n adalah jumlah gempa pada sampling perhitungan.
(Relasi Gutenberg-Richter yang menggambarkan hubungan logaritma jumlah gempa dan magnitude. Sumber: Gutenberg & Richter, 1942)
Tahapan Analsis
(Peta distribusi spatial nilai-b wilayah Indonesia dari katalog kegempaan EHB, dari tahun 1964 – 2005. Sumber: Rohadi, 2009)
(Peta distribusi spatial nilai-a wilayah Indonesia dari katalog kegempaan EHB, dari tahun 1964 – 2005. Sumber: Rohadi, 2009)
Dari pemetaan nilai-b secara spatial nantinya akan mengindikasikan wilayah dengan nilai-b rendah merupakan wilayah konsentrasi stres. Hasil penelitiannya mendukung hipotesa potensi nilai-b sebagai potensi precursor. Dari pengamatan variasi ruang nilai-b, diketahui bahwa nilai-b mencerminkan aktivitas stress lokal, dimana perubahan nilai-b yang signifikan telah teramati di beberapa regime stress seperti zona subduksi lempeng dan zona patahan.
Referensi:
Bufe, C.G. (1970, Frequency-magnitude variations during the 1970 Danville earthquake swarm, Earthquake Notes, 41, 3-6.
Gibowicz, S.J. (1973), Variation of the frequency-magnitude relation during earthquake sequences in New Zealand, Bull. Seismol. Soc. Am., 63, 517-528
Raharjo, F. D., Syafriani & Sabarani, A. Z., 2016. ANALISIS VARIASI SPASIAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN METODA LIKELIHOOD. PILLAR OF PHYSICS, Volume 8, pp. 73-80.
Rohadi, S., 2009. STUDI SEISMOTEKTONIK SEBAGAI INDIKATOR POTENSI GEMPABUMI DI WILAYAH INDONESIA. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 10(2), pp. 111-120.
Shi, Y., and B.A. Bolt (1982), The standard error of the magnitudefrequency b value, Bull. Seismol. Soc. Am., 72, 1677-1687
Ustu, T. (1965), A method in determining the value of b in a formula logn =a-bM showing the magnitude frequency for earthquakes. Geophys. Bull. Hokkaido Univ., 13, 99-103.
3
04/2022
|
2
04/2022
|
2
04/2022
|
2
04/2022
|
2
04/2022
|
2
04/2022
|
Trigger #4 Pemanfaaatan Energi pasang surut (Ocean Tide) sebagai EBT (Energi baru Terbarukan)
Author : admin@hmgi.co.id |